Subscribe News Feed Subscribe Comments

The Dance Company Ogah Meniru The Changcuters

Eksistensi musik rock n roll Indonesia saat ini bisa disebut diwakili oleh grup musik The Changcuters. Grup dengan personel lima anak muda dengan dandanan nyentrik itu, digandrungi dengan hit-hitsnya yang dinamis serta atraktif di atas panggung.

Menanggapi pernyataan ini, para musisi yang tergabung dalam grup band The Dance Company, yang terdiri dari Nugie, Baim, Aryo Wahab, dan Pongky itu memiliki pandangan soal grup yang dimotori oleh Mohammad Tria Ramadhani atau Tria itu. Terutama saat dibandingkan dengan grup baru bentukannya itu, yang juga mengusung aliran rock n roll.

"The Changcuters identik dengan Rolling Stone, kalau kita identik dengan The Beatles, the father rock n roll in the world," ungkap Nugie yang ditemui di acara rilis hit single Papa Rock N Roll di Hardrock Cafe, Jakarta Pusat, Rabu (17/6).

Tidak dipungkiri oleh Pongky musik yang dibawakan The Changcuters sedang naik daun, namun bukan berarti The Dance Company akan meniru grup bentukan 19 september 2005 itu.

"Tapi saya setuju memang dia lagi trend, tapi dulu Slank lebih rock n roll lagi, kalau mau niru bener aja, masak niru The Changcuters," ungkap Pongky disusul tawa lepas. "Kalau niru The Changcuters gue mending keluar," timpal Aryo secara berkelakar pula.

The Dance Company adalah side project dari empat orang musisi yang sebelumnya telah memiliki karir di dunia musik. Berangkat dari iseng dan kebiasaan ngejamp, mereka akhirnya membentuk grup musik, dengan merilis single perdana Papa Rock N Roll.

Read More......

Flower Generation: Generasi Terbaik Musik Rock and Roll?


Perang Vietnam dimulai, 1959. Tak ada yang tahu bahwa perang ini akan menimbulkan sesuatu yang fenomenal dan menjadi legenda di kemudian hari. Perang Vietnam ini telah melahirkan satu generasi legendaris yang disebut dengan Flower Generation (Generasi Bunga).

Generasi Bunga, generasi anak-anak muda berumur di bawah 30 tahun yang hidup di era akhir 1960-an hingga pertengahan 1970-an, muncul sebagai counter culture terhadap budaya kemapanan. Isu rasial, Perang Dingin dan ancaman perang nuklir adalah pemicu lain dari munculnya Generasi ini. Ia seakan menjadi bom yang siap meledak sewaktu-waktu.

Bom waktu itu meledak saat perang Vietnam meletus. Anak-anak muda yang muak dengan kemapanan dan perang, berkumpul dan lahirlah sebuah generasi baru, Generasi Bunga.
Dengan semangat “fight with flower” (lawanlah dengan bunga), Generasi Bunga melakukan protes anti perang tanpa kekerasan. Umumnya mereka memakai baju dengan warna yang mencolok mata – anak gaul jaman sekarang mengenalnya dengan nama kaos tie dye. Warna-warna ceria ini tentunya adalah simbol dari halusinasi saat memakai LSD. Mereka biasanya mengombinasikannya dengan celana cut bray dan beberapa aksesories kaum bohemian.

Generasi ini juga sering diasosiasikan sebagai kaum hippies. Jesse Sheidlower, seorang leksikografer yang juga seorang editor dari Oxford English Dictionary, menyebutkan bahwa istilah “hipster” dan “hippie” berasal dari kata “hip” yang sebenarnya arti aslinya tidak diketahui. Malcolm- X pernah menyebut dalam biografinya, bahwa kata “hippy” merujuk pada orang kulit putih yang bertingkah seperti orang kulit hitam Amerika, bahkan melebihi tingkah polah warga kulit hitam itu sendiri. Banyak orang mengidentikan kaum hippy dengan kebebasan dan ketidakteraturan. Nyatanya, kaum hippies memang berusaha keluar dari kehidupan formal masyarakat disekitarnya.

Bagi saya, periode Generasi Bunga ini adalah periode puncak kejayaan musik rock. Perpaduan antara lirik yang “bombastis” dan cenderung absurd (hampir pasti karena efek LSD) musikalitas yang tidak bertepi dan tidak biasa, menjadi pemikat. Uniknya, kiblat budaya mereka adalah kebudayaan timur yang dianggap eksotis, seperti India. Tak heran kalau The Beatles pun pergi berguru ke India pada Mahesi Yogi. Lihat pula cover album Jimi Hendrix Experience Are You Experienced yang “Hindu” banget. Masalah lirik, hingga hari ini saya masih menganggap bahwa band-band periode ini memiliki lirik-lirik yang akan selalu abadi. “Purple Haze”, “Stairway to Heaven”, “All You Need is Love” adalah beberapa contoh lagu dengan lirik yang mengandung unsur magis sekaligus absurd, namun dengan pesan tersembunyi disana.

Musisi generasi ini memiliki kreatifitas yang luar biasa. Ada The Beatles yang manis. Ingin sesuatu yang akrobatik sekaligus bikin bulu kuduk anda merinding saat melihat permainan live, tontonlah Jimi Hendrix. Adapula yang sedikit gelap dengan bumbu psychedelic seperti The Doors dan Jefferson Airplane. Hingga musik progresif macam YES atau Pink Floyd. Wanitanya pun tidak ketinggalan. Ada Janis Joplin sang ratu musik rock yang namanya tetap abadi sampai sekarang. Anda mengaku sebagai penyuka rock and roll tapi tidak kenal siapa mereka ini? Masuk nerakalah anda!

Tentu saja puncak musik rock era Flower Generation ini terjadi pada tahun 1969. Sebuah lahan pertanian seluas 240 hektar milik Max Yasgur yang terletak di Bethel, New York menjadi saksi bisu pagelaran musik Woodstock yang legendaris yang diadakan mulai tanggal 15 – 18 Agustus. Bukan sesuatu yang luar biasa bila Pagelaran Woodstock masuk dalam “50 Moments That Changed the History of Rock and Roll” versi majalah Rolling Stone.
Banyak musisi yang belakangan menjadi besar tampil di sana, mewakili etos solidaritas dan semangat. Kata semangat mungkin pantas ditujukan pada Joan Baez yang sedang hamil 6 bulan saat tampil di Woodstock! Santana (masih muda, brewokan dan memakai gitar Gibson SG), The Grateful Dead, CCR, The Who, Jhonny Winter dan saudaranya Edgar Winter, Janis Joplin, dan pastinya sang dewa gitar Jimi Hendrix, adalah nama-nama yang tampil di Woodstock yang legendaris itu. Diperkirakan lebih dari 500.000 “hippies” datang dan menyaksikan acara ini.

Rockstar produk Generasi Bunga adalah bintang yang dipuja oleh generasi musisi yang datang belakangan. Para pemuja ini mengamini gaya hidup pujaannya: obat bius, seks, dan rock and roll. Toh selalu ada orang yang melawan arus kerumunan. Salah satunya adalah musisi legendaris Frank Zappa yang mengkritik keras ulah musisi yang memuja rockstar Generasi Bunga tanpa reservasi. Bagi Zappa, Flower Generation telah menjadi gerakan sampah belaka, sekedar menjadi pembenaran seks bebas, pemakaian obat bius, dan sudah kehilangan semangat perubahan. Tak ada lagi ideologi di dalamnya.

Frank Zappa tentu diamini oleh para orang tua yang khawatir bila punya anak bercita-cita menjadi rocker. Ya betul, orang tua tentu takut sang anak akan mati overdosis, menjadi pecandu alkohol atau memacari groupies. Bisa dipastikan bahwa sebagian besar orang tua, apalagi di negeri kita, akan berpikir seribu kali untuk memperbolehkan anaknya menjadi seorang musisi rock. Paling pol ya sang anak disuruh ikutan ajang menyanyi yang banyak mencetak penyanyi karbitan dan idola instan. Tapi jadi rocker? Para orang tua mungkin akan memilih untuk mati lebih dulu daripada melihat anaknya menjadi rocker.

***

Tahun 1975, perang Vietnam berakhir. Tentara Amerika pulang menanggung malu. Berakhirnya perang itu juga menjadi lonceng penanda akhir masa Generasi Bunga. Masa hura-hura selesai, saatnya kembali ke dunia nyata.

Kini, remaja era tahun 1990-an dan 2000-an memakai kaus tie dye yang warna-warni itu, tanpa perlu mengerti maknanya. Musik hari ini pun sudah jauh berbeda. Tak ada lagi musik yang benar-benar dimainkan dari dalam hati. Saya harus menelan musik-musik sampah yang dimainkan para remaja tanggung dengan rambut miring dan gumpalan mascara di bawah mata mereka. Mereka menyanyi dan bermain musik seperti menangis dan merengek. Mereka tidak mengerti bahwa tak perlu bergaya merengek untuk menjadi soulful. Ah, saya jadi rindu dengan gegap gempita musik psychedelic.

Saya berandai-andai lagi bahwa saya lahir pada tahun 1945, berharap saya bisa mengecap pahit manis-nya Flower Generation. Mungkin saya bisa menyaksikan langsung bagaimana Jimi Hendrix menggumuli gitarnya.Mungkin juga saya bisa menyaksikan dari dekat bagaimana Janis Joplin menyihir pemujanya, bagai Cleopatra menyihir Julius Caesar.

Tapi, ternyata saya lahir pada tahun dimana Guns N Roses merilis album Appetite For Destruction. Di sinilah saya, tanpa LSD, tanpa ganja, tanpa minuman keras, mendengarkan lagu “San Fransisco” yang ditulis oleh John Phillips dari The Mamas and The Papas yang dinyanyikan oleh Scott Mc Kenzie. Berharap semangat Generasi Bunga merasuk ke dalam jiwa saya…

If you’re going to San Francisco,
be sure to wear some flowers in your hair…
If you come to San Francisco,
Summertime will be a love-in there

Read More......

Apa yang akan menyimpan rock 'n' roll?

"Saya ingin menghabiskan waktu hanya satu menit tentang topik yang tidak pernah mendapat dibahas dalam bisnis musik - musik," Bruce Springsteen yang gitar dan "Sopranos" star mengatakan dalam pidato kepada SXSW festival musik dan seni pada bulan Maret. "The reason nobody wants to talk about it is because it mostly sucks! "Alasan tidak ingin berbicara tentang itu karena kebanyakan sucks!

"Who are we kidding here?" "Siapa kami bercanda di sini?" he said. katanya. "Nobody's buying records? Because they suck!" "Nobody's membeli records? Karena suck!"

He called the speech "A Crisis of Craft," and implored listeners to get back to rock 'n' roll's roots. Dia disebut bicara "A Crisis of Craft", dan implored pendengar untuk kembali ke rock 'n' roll dari akar. Learn how to play cover songs, he said. Pelajari cara untuk memutar lagu penutup, katanya. Get people to dance. Orang untuk mendapatkan tari. Harness your working-class energy. Manfaatkan kecanggihan Anda bekerja kelas energi. Take pride in craft. Terpuaskan kerajinan.

It's been sejak dua bulan yang berbicara, dan Van Zandt masih passionate tentang subjek.

"[Rock 'n' roll] is a craft that has to be learned," he tells CNN. "[Rock 'n' roll] adalah kerajinan yang harus dipelajari," ia memberitahu CNN. "There are things you learn by listening to great records, copying heroes." "Ada hal yang belajar oleh mendengarkan besar catatan, menyalin pahlawan." He believes that he said some things that people were thinking, but haven't said out loud. Ia percaya bahwa ia mengatakan beberapa hal yang orang-orang berpikir, namun tidak ada kata out loud.

But the rumbles are out there. Tetapi rumbles are out there. The music business is in a state of flux, with the sales of more profitable CDs continuing to fall even as single downloads climb. Musik adalah usaha dalam keadaan mencairkan, dengan penjualan lebih menguntungkan CD terus menurun bahkan sebagai satu download naik. "American Idol's" season is coming to an end, with rock purists once again assailing the show's slick pop sensibility. "American Idol's" musim akan datang ke sebuah akhir, dengan batu purists sekali lagi assailing the show's slick pop sensibility. Commercial radio, country, rap and hip-hop -- they all have their critics, many of them wishing a return to the way things used to be. Blog: What do you think of the state of rock 'n' roll? Radio komersial, negara rap dan hip-hop - mereka semua memiliki kritik mereka, banyak dari mereka yang ingin kembali ke jalan sesuatu yang akan digunakan. Blog: What do you think of the state of rock 'n' roll?

Van Zandt has sympathy for all sides, coming at the issue from what he calls "a unique perspective" -- he's a musician, a DJ (with his radio show and Sirius XM channel, "Little Steven's Underground Garage") and record label honcho (Wicked Cool Records). Van Zandt telah simpati untuk semua pihak, yang datang dari masalah pada apa yang dia panggilan "perspektif yang unik" - he's a musician, seorang DJ (dengan radio dan Sirius XM saluran, "Little Steven's Underground Garasi") dan label rekaman honcho (Wicked Cool Records). He's quick to observe that he's not slamming all pop music. Dia cepat untuk melihat bahwa ia tidak slamming semua musik pop. There's vibrancy in some hip-hop, he says, and he admires "Idol," particularly when it promotes music history. Ada semangat di beberapa hip-hop, dia mengatakan, dan dia admires "Idol," terutama ketika mempromosikan musik sejarah.

"But it's quite an alien world to my traditional rock 'n' roll world," he adds. "But it's quite sebuah dunia asing ke Kontak tradisional rock 'n' roll dunia," ia menambahkan. "It has nothing to do with it." "It has nothing to do with it."

Within that rock 'n' roll world, he worries. Dalam rock 'n' roll dunia, dia khawatir. Today's bands, he says, look down on performing covers, and as a result many have gotten lost in a musical wilderness. Hari band, ia mengatakan, lihat di bawah melakukan mencakup, dan sebagai hasilnya banyak mendapatkan hilang di gurun musik. "The result is an extraordinary amount of mediocrity," he says. "Hasilnya luar biasa adalah jumlah sedang," ujarnya. "There are no standards to live up to." "Tidak ada standar untuk hidup sampai."

Yang merupakan bagian dari masalah dengan rejuvenating rock 'n' roll, ujar Steve Greenberg, pendiri S-Curve Records, yang mencakup alt-rockers bercat Windows dan Kami The Kings antar bertindak.

Technology is one problem, he observes. Teknologi merupakan salah satu masalah, ia melihat. "I think in the old days, in order to even be decent, it took a lot of work," he says. "Saya rasa di hari tua, untuk bahkan decent, ia membawa banyak pekerjaan," ujarnya. "And today, relatively untalented and uncreative people can actually make rock 'n' roll music that sounds kind of decent. And I think that kind of fools people and causes people to be lazy." "Dan hari ini, relatif untalented dan uncreative orang dapat benar-benar membuat rock 'n' roll music yang suara jenis decent. Dan saya berpikir bahwa jenis fools orang dan menyebabkan orang menjadi malas."

But for Greenberg there's also a sense that the "square pegs" -- the naturally rebellious types -- are getting shoved in round holes. Tetapi bagi Greenberg ada juga rasa bahwa "persegi pasak" - alami yang fasik jenis - semakin terdorong dalam lubang bundar. "A lot of opportunities inevitably these days go to people who fit the format, whether the format is Top 40 radio or 'American Idol' or [Radio] Disney or whatever it is," he says. "Banyak peluang pasti hari ini pergi ke orang-orang yang sesuai dengan format, apakah format Top 40 radio atau 'American Idol' atau [Radio] Disney atau apapun itu," ujarnya. "There's so much pressure to fit those slots. And it's the square pegs ultimately who are going to change the world." "Ada begitu banyak tekanan untuk slot yang sesuai. And it's the square pasak yang pada akhirnya akan mengubah dunia."

The spirited Greenberg wants to channel that rebellious energy. Greenberg yang bersemangat ingin saluran yang fasik energi. He's high on a band he signed named Care Bears on Fire, a trio of 13-year-old Brooklyn girls who sound like the Ramones with a touch of Shonen Knife. Ia tinggi dari pada dia menandatangani sebuah band bernama Care Bears di neraka, sebuah trio dari 13 tahun Brooklyn perempuan yang suara seperti Ramones dengan sentuhan Shonen Knife.

"Their attitude is maybe one size doesn't fit all," he says. "Adalah sikap mereka mungkin satu ukuran tidak cocok semua," ujarnya. "I feel like the spirit of rock 'n' roll lives in those guys. ... They're having fun playing rock 'n' roll." "Saya merasa seperti semangat rock 'n' roll dalam kehidupan mereka guys. ... Mereka sedang bersenang-senang bermain rock 'n' roll."

Scott Booker, the manager of the avant-pop band the Flaming Lips ("She Don't Use Jelly," "Do You Realize??"), is also hoping to foster creativity. Scott Booker, manajer dari avant-pop band yang Flaming Lips ( "Dia Jangan Gunakan Jelly," "Apakah Anda sadar bahwa ??"), juga berharap untuk mendorong kreativitas. He's serving as the CEO of the Academy of Contemporary Music, a music school based at Central Oklahoma University. Dia menjabat sebagai CEO dari Akademi Kontemporer Musik, musik berbasis sekolah di Balai Oklahoma University. Drawing from a British concept, the school plans to offer courses in music, music production and the music business, many starting this fall. Menggambar dari konsep Inggris, sekolah berencana untuk menawarkan kursus musik, musik dan produksi musik bisnis, banyak ini mulai jatuh.

Booker observes record labels aren't spending as much money on developing talent. Booker melihat catatan label tidak menghabiskan uang sebanyak mengembangkan bakat. He hopes the ACM not only makes bands more signable, but also teaches them business strategies, such as setting up their own label and distribution apparatus. Ia berharap dengan ACM tidak hanya membuat band lebih signable, tetapi juga mengajarkan mereka strategi bisnis, seperti menyiapkan sendiri label dan distribusi aparat.

"This could become a think tank for how the industry could go," he says, musing aloud. "Hal ini bisa menjadi think tank untuk industri bagaimana bisa pergi," ujarnya, musibah nyaring. "People think of music as a throwaway cultural item [nowadays]. I want to change that. ... Make things more exciting." "Orang-orang berpikir musik sebagai lembaran budaya item [kini]. Saya ingin mengubah itu. ... Lakukan hal-hal lebih menarik."

Technology, adds BMI executive Phil Graham, can also be rock 'n' roll's friend. Teknologi, menambahkan BMI eksekutif Phil Graham, juga dapat rock 'n' roll dari teman. "The opportunities the digital world give the population as a whole to throw their talents to a very wide audience is a very good thing," he says. "Peluang digital memberikan penduduk dunia secara keseluruhan untuk membuang bakat mereka ke audiens yang sangat luas yang sangat baik," ujarnya. More people have gotten the chance to put their music out there and connect with fellow music lovers, he says. Lebih banyak orang mendapatkan kesempatan untuk menempatkan musik luar sana dan terhubung dengan sesama pecinta musik, ujarnya.

Of course, there are also old-fashioned connections. Tentu saja, ada juga kolot sambungan. BMI sponsors dozens of showcases for new acts; young bands play clubs and hawk their CDs (or Web page). BMI menampilkan puluhan sponsor baru untuk bertindak; muda bermain band dan klub hawk mereka CD (atau halaman web). Van Zandt welcomes the efforts, but hopes there's also a connection to rock 'n' roll history. Van Zandt menyambut upaya, namun juga berharap ada sambungan ke rock 'n' roll sejarah. He's founded a Rock and Roll Forever Foundation to foster music education in schools. Dia mendirikan sebuah Jajak Ranjang Forever Foundation untuk mendorong pendidikan musik di sekolah. (To its credit, the Rock and Roll Hall of Fame and Museum has similar programs.) (Untuk kredit nya, dan yang Rock Roll Hall of Fame Museum dan memiliki program serupa.)

"The spark comes from whatever people are into these days -- and that very well may be 'American Idol,' " he says. "The spark apapun yang berasal dari orang-orang ke dalam hari-hari ini - dan itu sangat mungkin 'American Idol," ujarnya. "You start with whatever singer you're rooting for, and you start to trace back where they come from. It's up to the artists themselves to make sure that their fans know where they're coming from, to make it clear that music doesn't fall off trees." "Anda mulai dengan apa singer rooting untuk Anda, dan Anda mulai melacak kembali dari mana mereka datang. Ini sampai dengan seniman sendiri untuk memastikan bahwa mereka fans tahu di mana mereka berasal dari, agar musik yang tidak jelas 't rontok pohon. "

Read More......

Sejarah Musik Reggae

Tahun 1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae. Sebenarnya tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal muasalnya, kecuali peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska dan Rocsteady, yang sempat populer di kalangan muda pada paruh awal hingga akhir tahun 1960-an, pada irama musik baru yang bertempo lebih lambat : reggae. Boleh jadi hingar bingar dan tempo cepat Ska dan Rocksteady kurang mengena dengan kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika yang sedang penuh tekanan.


Kata “reggae” diduga berasal dari pengucapan dalam logat Afrika dari kata “ragged” (gerak kagok–seperti hentak badan pada orang yang menari dengan iringan musik ska atau reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi elemen musik R&B yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik Afro-Caribean (Calypso, Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento, yang kaya dengan irama Afrika. Irama musik yang banyak dianggap menjadi pendahulu reggae adalah Ska dan Rocksteady, bentuk interpretasi musikal R&B yang berkembang di Jamaika yang sarat dengan pengaruh musik Afro-Amerika. Secara teknis dan musikal banyak eksplorasi yang dilakukan musisi Ska, diantaranya cara mengocok gitar secara terbalik (up-strokes) , memberi tekanan nada pada nada lemah (syncopated) dan ketukan drum multi-ritmik yang kompleks.

Teknik para musisi Ska dan Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak ditirukan oleh musisi reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat dengan dentum bas dan rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal biasanya berat dengan pola lagu seperti pepujian (chant), yang dipengaruhi pula irama tetabuhan, cara menyanyi dan mistik dari Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat, pada saatnya mendukung penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait dengan tradisi religi Rastafari dan permasalahan sosial politik humanistik dan universal.

Album “Catch A Fire” (1972) yang diluncurkan Bob Marley and The Wailers dengan cepat melambungkan reggae hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran reggae di Amerika Serikat ditunjang pula oleh film The Harder They Come (1973) dan dimainkannya irama reggae oleh para pemusik kulit putih seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee ‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama reggae pun kemudian mempengaruhi aliran-aliran musik pada dekade setelahnya, sebut saja varian reggae hip hop, reggae rock, blues, dan sebagainya.


Jamaika
Akar musikal reggae terkait erat dengan tanah yang melahirkannya: Jamaika. Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15, Jamaika adalah sebuah pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”. Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku Arawak, yang kemudian digantikan oleh ribuan budak belian berkulit hitam dari daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula dan perkebunan yang bertebaran di sana. Sejarah kelam penindasan antar manusia pun dimulai dan berlangsung hingga lebih dari dua abad. Baru pada tahun 1838 praktek perbudakan dihapus, yang diikuti pula dengan melesunya perdagangan gula dunia.

Di tengah kerja berat dan ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara keterikatan pada tanah kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi. Mereka mengisahkan kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan bebunyian (drumming) sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang berasal dari Eropa pun membekaskan produk silang budaya yang akhirnya menjadi tradisi folk asli Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika atau Eropa dengan cepat luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika masih merasakan kedekatan dengan tanah leluhur.

Musik reggae sendiri pada awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum rastafaria) di Kingson ibu kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat dengan muatan ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian, dan keindahan alam, serta gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai salah satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia lainnya, otomatis mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang konsumsi publik dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta lirik-lirik ‘rasta’ dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dalam kata lain, dreadlock dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop, menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah musik pop.

Musik reggae, sebutan rastaman, telah menjadi satu bentuk subkultur baru di negeri ini, di mana dengannya anak muda menentukan dan menggolongkan dirinya. Di sini, musik reggae menjadi penting sebagai sebuah selera, dan rastaman menjadi sebuah identitas komunal kelompok social tertentu. Tinggal bagaimana para pengamat social dan juga para anggota komunitas itu memahami diri dan kultur yang dipilihnya, agar tidak terjadi penafsiran keliru yang berbahaya bagi mereka. Penggunaan ganja adalah salah satu contohnya, di mana reggae tidak identik dengan ganja serta rastafarianisme pun bukanlah sebuah komunitas para penghisap ganja.

Sebuah lagu dari “Peter Tosh” (nama aslinya Peter McIntosh), pentolan The Wairles yang akhirnya bersolo karier. Dalam lagu ini, Peter Tosh menyatakan dukungannya dan tuntutannya untuk melegalkan ganja. Karena lagu ini, ia sempat ditangkap dan disiksa polisi Jamaika.

Menurut sejarah Jamaica, budak yang membawa drum dari Africa disebut “Burru” yang jadi bagian aransemen lagu yang disebut “talking drums” (drum yang bicara) yang asli dari Africa Barat. “Jonkanoo” adalah musik budaya campuran Afrika, Eropa dan Jamaika yang terdiri dari permainan drum, rattle (alat musik berderik) dan conch tiup. Acara ini muncul saat natal dilengkapi penari topeng. Jonkanoos pada awalnya adalah tarian para petani, yang belakangan baru disadari bahwa sebenarnya mereka berkomunikasi dengan drum dan conch itu. Tahun berikutnya, Calypso dari Trinidad & Tobago datang membawa Samba yang berasal dari Amerika Tengah dan diperkenalkan ke orang - orang Jamaika untuk membentuk sebuah campuran baru yang disebut Mento. Mento sendiri adalah musik sederhana dengan lirik lucu diiringi gitar, banjo, tambourine, shaker, scraper dan rumba atau kotak bass. Bentuk ini kemudian populer pada tahun 20 dan 30an dan merupakan bentuk musik Jamaika pertama yang menarik perhatian seluruh pulaunya. Saat ini Mento masih bisa dinikmati sajian turisme. SKA yang sudah muncul pada tahun 40 - 50an sebenarnya disebutkan oleh History of Jamaican Music, dipengaruhi oleh Swing, Rythym & Blues dari Amrik. SKA sebenarnya adalah suara big band dengan aransemen horn (alat tiup), piano, dan ketukan cepat “bop”. Ska kemudian dengan mudah beralih dan menghasilkan bentuk tarian “skankin” pad awal 60an. Bintang Jamaica awal antara lain Byron Lee and the Dragonaires yang dibentuk pada 1956 yang kemudian dianggap sebagai pencipta “ska”. Perkembangan Ska yang kemudian melambatkan temponya pada pertengahan 60an memunculkan “Rock Steady” yang punta tune bass berat dan dipopulerkan oleh Leroy Sibbles dari group Heptones dan menjadi musik dance Jamaika pertama di 60an.

“Reggae & Rasta”Bob Marley tentunya adalah bimtang musik “dunia ketiga” pertama yang jadi penyanyi group Bob Marley & The Wailers dan berhasil memperkenalkan reggae lebih universal. Meskipun demikian, reggae dianggap banyak orang sebagai peninggalan King of Reggae Music, Hon. Robert Nesta Marley. Ditambah lagi dengan hadirnya “The Harder they Come” pada tahun 1973, Reggae tambah dikenal banyak orang. Meninggalnya Bob Marley kemudian memang membawa kesedihan besar buat dunia, namun penerusnya seperti Freddie McGregor, Dennis Brown, Garnett Silk, Marcia Fiffths dan Rita Marley serta beberapa kerabat keluarga Marley bermunculan. Rasta adalah jelas pembentuk musik Reggae yang dijadikan senjata oleh Bob Marley untuk menyebarkan Rasta keseluruh dunia. Musik yang luar biasa ini tumbuh dari ska yang menjadi elemen style American R&B dan Carribean. Beberapa pendapat menyatakan juga ada pengaruh : folk music, musik gereja Pocomania, Band jonkanoo, upacara - upacara petani, lagu kerja tanam, dan bentuk mento. Nyahbingi adalah bentuk musik paling alami yang sering dimainkan pada saat pertemuan - pertemuan Rasta, menggunakan 3 drum tangan (bass, funde dan repeater : contoh ada di Mystic Revelation of Rastafari). Akar reggae sendiri selalu menyelami tema penderitaan buruh paksa (ghetto dweller), budak di Babylon, Haile Selassie (semacam manusia dewa) dan harapan kembalinya Afrika. Setelah Jamaica merdeka 1962, buruknya perkembangan pemerintahan dan pergerakan Black Power di US kemudian mendorong bangkitnya Rasta. Berbagai kejadian monumentalpun terjadi seiring perkembangan ini.

“Apa sih Reggae”Reggae sendiri adalah kombinasi dari iringan tradisional Afrika, Amerika dan Blues serta folk (lagu rakyat) Jamaika. Gaya sintesis ini jelas menunjukkan keaslian Jamaika dan memasukkan ketukan putus - putus tersendiri, strumming gitar ke arah atas, pola vokal yang ‘berkotbah’ dan lirik yang masih seputar tradisi religius Rastafari. Meski banyak keuntungan komersial yang sudah didapat dari reggae, Babylon (Jamaika), pemerintah yang ketat seringkali dianggap membatasi gerak namun bukan aspek politis Rastafarinya. “Reg-ay” bisa dibilang muncul dari anggapan bahwa reggae adalah style musik Jamaika yang berdasar musik soul Amerika namun dengan ritem yang ‘dibalik’ dan jalinan bass yang menonjol. Tema yang diangkat emang sering sekitar Rastafari, protes politik, dan rudie (pahlawan hooligan). Bentuk yang ada sebelumnya (ska & rocksteady) kelihatan lebih kuat pengaruh musik Afrika - Amerika-nya walaupun permainan gitarnya juga mengisi ‘lubang - lubang’ iringan yang kosong serta drum yang kompleks. Di Reggae kontemporer, permainan drum diambil dari ritual Rastafarian yang cenderung mistis dan sakral, karena itu temponya akan lebih kalem dan bertitik berat pada masalah sosial, politik serta pesan manusiawi.
“Tidak asli Jamaika”
Reggae memang adalah musik unik bagi Jamaika, ironisnya akarnya berasal dari New Orleans R&B. Nenek moyang terdekatnya, ska berasal berasal dari New Orleans R&B yang didengar para musisi Jamaika dari siaran radio Amrik lewat radio transistor mereka. Dengan berpedoman pada iringan gitar pas - pasan dan putus - putusadalah interprestasi mereka akan R&B dan mampu jadi populer di tahun 60an. Selanjutnya semasa musim panas yang terik, merekapun kepanasan kalo musti mainin ska plus tarinya, hasilnya lagunya diperlambat dan lahirlah Reggae. Sejak itu, Reggae terbukti bisa jadi sekuat Blues dan memiliki kekuatan interprestasi yang juga bisa meminjam dari Rocksteady (dulu) dan bahkan musik Rock (sekarang). Musik Afrika pada dasarnya ada di kehidupan sehari-hari, baik itu di jalan, bus, tempat umum, tempat kerja ato rumah yang jadi semacam semangat saat kondisi sulit dan mampu memberikan kekuatan dan pesan tersendiri. Hasilnya, Reggae musik bukan cuma memberikan relaksasi, tapi juga membawa pesan cinta, damai, kesatuan dan keseimbangan serta mampu mengendurkan ketegangan.

“It’s Influences”
Saat rekaman Jamaika telah tersebar ke seluruh dunia, sulit rasanya menyebutkan berapa banyak genre musik popular sebesar Reggae selama dua dekade. Hits - hits Reggae bahkan kemudian telah dikuasai oleh bintang Rock asli mulai Eric Clapton sampai Stones hingga Clash dan Fugees. Disamping itu, Reggae juga dianggap banyak mempengaruhi pesona tari dunia tersendiri. Budaya ‘Dancehall’ Jamaika yang menonjol plus sound system megawatt, rekaman yang eksklusif, iringan drum dan bass, dan lantunan rap dengan iringannya telah menjadi budaya tari dan tampilan yang luar biasa.Inovasi Reggae lainnya adalah Dub remix yang sudah diasimilasi menjadi musik populer lainnya lebih luas lagi.

Read More......

‘eVo’, Rock ‘n Roll yang Bergaya New Wave

‘eVo’ sendiri berasal dari kata ‘evolusi’, yang juga dapat diartikan sebagai ‘evolusi musik rock Indonesia’. ‘eVo’ yang ini bisa dikatakan spesial. Karena, ia terlahir dari kumpulan lima personil yang notabene telah menorehkan prestasinya di peta musik Indonesia.

Dan, ditambah seorang vokalis jelita yang diperoleh dari hasil audisi sebuah program tayangan reality show Reinkarnasi yang mengudara di kanal sebuah stasiun TV swasta nasional di Indonesia. Anak-anak muda ini berasal dari karakter yang berbeda-beda dan membebaskan diri dari segala aturan. Mereka mencoba merangkum, menyatukan, mengawinkan segenap elemen musik rock yang ada.

Di self-titled debut albumnya, ‘eVo’ mencoba untuk tidak terpatok pada genre musik apapun. Kebebasan yang dibungkus dengan bebunyian masa kini menghasilkan sound rock ‘n roll yang rapi dan manis, sedikit nyeleneh dan entertaining !

“Background musik ‘eVo’ beragam, jadi bisa dibilang tiap personil punya wawasan yang berbeda mengenai musik itu bagus juga, kalau disatukan,” ujar Didiet yang sebelumnya dikenal sebagai gitaris dan motor grup alternatif-rock Plastik ini, saat berlangsungnya konferensi pers peluncuran album terbaru ‘eVo’ di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dimulai dengan senandung instrumentalia dalam ‘Prelude’ yang merupakan opening song album ini, kemudian ‘Agresif’ merupakan theme song Reinkarnasi yang dipermak lebih manis dan menyesuaikan karakter sang vokalis baru temuannya untuk album ini. Kemudian, ada juga lagu ‘Dia dan Aku’ dan ‘Telah Berlalu’ yang merupakan dua lagu karya Elda sang vokalis. Nikmati juga, lagu-lagu lainnya, seperti : ‘Amalia’, ‘Evolution’, ‘Space Bound’ yang bernuansa electro-music, ‘Takkan Lagi’, ‘Stop’, ‘Kepala Batu’ yang nge-rock dan bercerita tentang perlunya keep on moving dalam hidup ini.

History of ‘eVo’
Awal lahirnya ‘eVo’, ketika Adnil bersama empat personil ‘eVo’ lainnya, yang bernaung di bawah management POS entertainment pimpinan Dhani Pete membuka sayembara mencari seorang vokalis lewat sebuah acara reality show. Setelah melalui beberapa seleksi, terpilihlah Elda.

Lewat alunan vokal Elda yang rada unik, dibalut petikan gitar khas Adnil (ex Base Jam), cabikan permainan bass gaya Erwin (ex Dewa), dan gebukan drum Ronald (ex Dr.PM), ‘eVo’ menyajikan warna baru musik anak muda yang dinamis, kreatif dan berani unjuk beda!

Untuk pembuatan albumnya sendiri, memakan waktu sekitar 1,5 bulan. Dimulai dari workshop di rumah Angga (untuk pembuatan materi lagu), kemudian dikerjakan di 2 studio di Jakarta.

“Saat membuat lagu, masing-masing dari kami sudah membuat lagunya dalam bentuk sampling. Kemudian pas ngumpul bareng baru saling memasukkan instrumen sesuai kreatifitas masing-masing,” tutur Elda.

“Kita juga tidak membatasi yang lain. Mau memasukkan sound yang gimana, ya, yang lain dukung. Pokoknya, kerjasamanya dibikin seenak mungkin biar lebih maksimal,” tambah Adnil.

“’eVo’ adalah hidup kami yang baru, yang membuat kami kembali menemukan gairah untuk aktif berkreasi. Mengenai grup-grup sebelumnya, biarkanlah itu menjadi masa lalu. Kita buka buku baru bernama ‘eVo’ ini, dan marilah kita selami musik yang akan disajikan oleh ‘eVo’,” papar mereka serentak secara mantap.

The Members
1. Elda – vocalist
Gadis asal ‘Kota Gudeg’ Yogyakarta yang memiliki nama lengkap Elda Suryani ini, adalah satu-satunya personil wanita dalam band ‘eVo’. Sepanjang penjurian, Adnil cs merasa Elda cepat beradaptasi dengan lingkungan ‘eVo’ (salah satu point plus Elda). Dia dianggap sebagai The Next New-Female Rocker dengan vokalnya yang unik. Setelah memenangkan kompetisi Reinkarnasi, Elda pun diangkat resmi sebagai frontliner ‘eVo’. Ketika mengetahui kemenangannya, yang dirasakan Elda adalah kaget.

“Awalnya gue ikut acara ini juga, go for it aja. Nothing to loose. Tapi, pas tau kalo gue menang, jujur gue kaget! Senang juga sih, gue bersyukur. Walau awalnya, gue sempat takut. Takut keberadaan gue gak sesuai dengan harapan. Gue masih baru di dunia musik, dan gue akan bersanding dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dalam industri musik,” ungkap Elda jujur.

2. Adnil – guitarist
Mantan personil Base Jam kelahiran Bogor, 6 Oktober 1977 ini, memulai karirnya di tahun 1996. Usai merilis 3 album bersama Base Jam, Adnil kemudian mencoba peruntungannya sebagai additional player beberapa musisi seperti : ADA Band, AIR, Tere, dan Audy.

Adnil yang merupakan anak ke-11 dari 11 bersaudara ini, memiliki cita-cita ‘ingin menjadi gitaris terasyik dunia-akhirat’. Cowok yang memiliki nama lengkap Adnil Faisal ini, memilih Eet Syahrani dan Nuno Bettencourt (ex Extreme) sebagai gitaris idolanya. Sedangkan, musisi idolanya sendiri adalah Dave Matthews, Phill Collins, dan Fariz RM.

3. Didiet – guitarist
Pria berdarah Bugis dengan nama asli Achmad Farid (namun, ia lebih dikenal dengan nama Didiet Saad) ini, awalnya bercita-cita ingin menjadi seorang pilot. Namun, jalan karirnya mengarah ke dunia musik. Didiet pun bergabung dengan Plastik Band.

Setelah Plastik bubar, gitaris kelahiran Jakarta, 11 Maret 1973 ini kerap menjadi produser berbagai rekaman pop maupun rock. Selain itu, ia juga aktif mendukung beberapa musisi, seperti : Melly Goeslaw dan Syaharani. Namun, ketika diajak bergabung dengan ‘eVo’, Didiet merasa excited. Menurutnya, ‘eVo’ bukan grup sembarangan.

4. Erwin – bassist
Erwin Prasetya adalah mantan salah satu pendiri Dewa 19 dan pernah menghasilkan 7 album bersama band tersebut. Selepas dari Dewa 19, Erwin bergabung dengan KLa Project dan NuKLa. Selain itu, Erwin juga dikenal sebagai arranger sekaligus produser musik. Ia pernah menjadi arranger untuk lagu ‘Misteri Ilahi’ (Ari Lasso) dan produser untuk beberapa artis baru.

Pria kelahiran Surabaya, 29 Januari 1972, saat ditanya pendapatnya mengenai ‘eVo’, ia hanya menjawab, optimis dengan terbentuknya ‘eVo’. ”Gue optimis ‘eVo’ akan jadi, bukan karena kami hebat. Tetapi, karena kami tidak ingin gagal lagi,” tutur Erwin.

5. Ronald – drummer .
Sebelum bergabung dengan ‘eVo’, Ronald baru saja selesai membantu ADA Band untuk mengisi sound drumnya. Lajang kelahiran Jakarta, 19 September 1971 ini, memulai karirnya sejak tahun 1992 lewat KLa Project. Dilanjutkan dengan Dewa 19 pada tahun 1993.

Pada tahun 1994 hingga 1997, Ronald bersama Armand Maulana, Dewa Budjana dan kawan-kawan membentuk GIGI hingga berhasil merilis 3 album. Setelah keluar dari GIGI, pria yang mengidolakan Jeff Porcaro, Sting, Jimmy Mannopo dan Erwin Gutawa ini, bergabung dalam DR.PM dari tahun 1998 hingga 2000. Bagi Ronald maupun Erwin Prasetya, ‘eVo’ seperti layaknya sebuah reuni.

6. Angga – keyboardist + synthesizer.
Cowok bernama lengkap Angga Tarmizi ini, memiliki peran penting dalam membuat sampling lagu-lagu ‘eVo’. Inspirasinya biasa diperoleh lewat film atau musik favoritnya, yaitu progressive-rock, electro-music dan jazz fusion. Sebelumnya, pria kelahiran Jakarta, 25 Juli 1979 ini, pernah tinggal di Boston, USA dan mengenyam pendidikan S1 di Berklee College of Music. Setelah lulus, cowok yang mengidolakan Sting, Dream Theatre, Incubus, Miles Davis, Led Zeppelin dan Red Hot Chili Pepper ini sempat juga, menjadi dosen di 2 sekolah musik di sana.

Di Amerika, ia memiliki sebuah band bernama Venus Bullet (yang personilnya terdiri dari multi-ras). Drummernya dari New York (AS), vokalisnya imigran Polandia, bassistnya dari Kuala Lumpur (Malaysia). Angga pun rela meninggalkan AS, lepas dari band Venus Bullet dan berhenti mengajar musik, demi merealisasikan cita-citanya bersama ‘eVo’. “Saya yakin ‘eVo’ bakal menjadi grup rock papan atas di Indonesia!” sahutnya mantap.

Read More......
 
music selebritis | TNB Tested by Blogger Templates